Hal itu diutarakan langsung oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Sulut, Tahlis Gallang, dalam sosialisasi perdagangan karbon bagi sektor jasa keuangan dan pelaku industri daerah 2025, Kamis (9/10).
Ditemui usai kegiatan bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Tahlis mengungkapkan bahwa potensi karbon yang dimiliki oleh Sulut dapat memberikan dampak bagi ekonomi daerah andai bisa dikelola dengan baik.
Selain itu, pemanfaatan karbon juga sekaligus menjadi jawaban terhadap Sustainability Economics yang tetap ramah terhadap isu lingkungan.
“Ini membantu Pemerintah Provinsi untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. Kalau pendapatan kita bagi ke negara, tentu kita akan dapat Dana Bagi Hasil (DBH) yang naik juga,” ujar Tahlis.
Besarnya potensi karbon yang ada di Sulut, turut dibenarkan oleh Aditya Jayaantara, Deputi Komisioner Pengawasan Emiten, Transaksi, Efek dan Pemeriksaan Khusus OJK. Dia menilai potensi karbon tersebut utamanya berasal dari hutan mangrove, padang lamun dan terumbu karang.
“Potensinya kalau kita konversi dengan harga sekarang, kalau kita optimalkan, potensinya nilainya bisa Rp 100 miliar per tahunnya,” katanya.
Menurut Aditya, ketertarikan Pemprov Sulut terhadap Karbon ini sudah baik, tapi perlu diikuti pemahaman dan perencanaan agar upaya mencapai zero emisi itu sejalan dengan komitmen pemerintah pusat.
“Kita laksanakan sosialisasi tujuannya meningkatkan literasi terkait karbon, apa manfaatnya bagi negara, provinsi maupun bagi badan usaha yang ada di provinsi,” ujarnya menambahkan.