ANGGOTA Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Atalia Praratya meminta pemerintah untuk mengkaji kembali rencana pemakaian dana anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk membangun ulang Pondok Pesantren Al Khoziny. Legislator Partai Golkar itu tidak setuju dana APBN digunakan untuk merevitalisasi bangunan pondok pesantren (ponpes) tersebut. Menurut dia, hal itu bisa menimbulkan kegelisahan di masyarakat. “Jangan sampai muncul kesan bahwa lembaga yang lalai justru dibantu,” ujar Atalia dalam keterangan tertulis pada Jumat, 10 Oktober 2025.
Atalia mengatakan, banyak sekolah, rumah ibadah, atau masyarakat lain yang mengalami musibah namun tidak mendapatkan bantuan dari APBN. Anggota Komisi DPR yang membidangi urusan Agama, Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta Kebencanaan ini mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan kembali usulan penggunaan APBN secara serius. “Sambil memastikan proses hukum berjalan dan kebijakan ke depan lebih adil, lebih transparan, dan tidak menimbulkan kecemburuan sosial,” tutur dia.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Musala ponpes Al Khoziny, Sidoarjo, Jawa Timur ambruk pada Senin, 29 September 2025. Bangunan empat lantai itu roboh dengan dugaan penyebab kegagalan konstruksi. Berdasarkan data per 3 Oktober, terdapat 118 korban yang telah ditemukan tim SAR gabungan.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan, hingga Rabu, 8 Oktober pukul 22.00 WIB, sebanyak 40 dari 61 jenazah telah diidentifikasi. Jumlah tersebut, kata dia, termasuk 2 dari 7 bagian tubuh yang ditemukan tim SAR dari puing reruntuhan bangunan.
Pada Selasa, 7 Oktober 2025, Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo mengatakan, revitalisasi ponpes Al Khoziny akan menggunakan sumber dana dari APBN. Dia menjelaskan, secara ketentuan, semestinya proyek revitalisasi bangunan ponpes menjadi tanggung jawab Kementerian Agama. "Cuma, ini, kan, kondisinya darurat. Pasti kami yang masuk," ujar Dody seusai pertemuan dengan Menteri Koordinator (Menko) Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar.
Kendati begitu, kata Dody, pemerintah tak menutup kemungkinan untuk menggunakan sumber dana lain dari rencana revitalisasi tersebut. "Tidak menutup kemungkinan kalau nanti juga ada bantuan dari swasta," katanya.
Atalia menegaskan, saat ini kewajiban pemerintah mencakup dua hal. Pertama, pemerintah harus mengusut dugaan pelanggaran berupa kelalaian pihak ponpes dalam membangun konstruksi yang menjadi tempat belajar sekaligus tempat tinggal bagi santri. “Kalau memang ada unsur kelalaian, harus ada pihak yang bertanggung jawab. Keadilan bagi korban lebih utama,” ujar Atalia.
Kedua, Atalia meminta pemerintah tidak hanya memperhatikan Ponpes Al Khoziny, tetapi juga ribuan pesantren dan lembaga pendidikan agama lain yang bangunannya berusia tua. Pasalnya, hal tersebut merupakan kewajiban negara untuk melindungi santri dan keberlangsungan pendidikan berbasis agama.
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Muhaimin Iskandar mengatakan telah menerima perintah dari Presiden Prabowo Subianto untuk mengecek bangunan-bangunan ponpes di tanah air. Perintah tersebut kemudian diakomodasi dengan pembentukan Satuan Tugas Penataan Pembangunan Pesantren. Muhaimin juga telah meminta puluhan ribu ponpes yang belum memiliki perizinan bangunan gedung atau PBG untuk segera mengurus perizinan tersebut.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan bahwa rencana penggunaan APBN itu masih dalam fase pembahasan. "Belum pada satu kesimpulan," ujar Dasco di Kompleks DPR Senayan, Jakarta Pusat pada Kamis, 9 Oktober 2025.
Saat ini, Dasco menjelaskan, DPR berupaya mendorong pemerintah melalui Kementerian Koordinator bidang Pemberdayaan Masyarakat untuk memperhatikan ulang kondisi bangunan di ponpes lain. Alasannya, untuk memitigasi insiden serupa terjadi di kemudian hari. "Supaya dapat dibantu juga, supaya tidak terjadi lagi hal seperti ini," ujar Ketua Harian Partai Gerindra itu.
Andi Adam Faturahman berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: