ANGGOTA Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jakarta Francine Widjojo meminta pemerintah transparan soal rencana kenaikan tarif Transjakarta. Transportasi publik yang dikelola badan usaha milik daerah (BUMD) Jakarta itu akan menaikkan tarif bus menyusul pemangkasan dana transfer ke daerah (TKD) dari pemerintah pusat yang berpengaruh kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Francine menyatakan Pemerintah Provinsi Jakarta harus mengungkapkan kajian yang mendasari usulan kenaikan tarif tersebut. "Kami meminta dasar kajian dari usulan kenaikan tarif Transjakarta secara tertulis," kata politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu dalam keterangan tertulis, Sabtu, 11 Oktober 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Dia secara khusus meminta kajian daya beli masyarakat yang harus dilakukan sebelum menaikkan tarif Transjakarta. Menurut Francine, penetapan tarif sistem Bus Rapid Transit (BRT) juga harus mempertimbangkan kemampuan daya beli masyarakat sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Jakarta Nomor 10 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Sistem BRT.
Tarif Transjakarta berpotensi naik jika pemerintah meengurangi subsidi yang selama ini diberikan. Francine menyatakan pemotongan subsidi tarif Transjakarta itu tidak boleh sampai mengorbankan frekuensi dan kualitas layanannya. “Kami (Fraksi PSI) memberikan catatan bahwa jangan sampai efisiensi subsidi tarif, baik melalui pengurangan jumlah PSO (Public Service Obligation) maupun juga kenaikan tarif ini berdampak mengakibatkan pengurangan layanan transportasi publik di Jakarta,” ujarnya.
Francine menyarankan agar kenaikan tarif tidak dilakukan secara total. Lebih baik, kata dia, jika subsidi karcis Transjakarta tetap diberikan secara penuh di jam-jam sibuk, khususnya pagi hari. "Tarif insentif yang ditetapkan antara pukul 05.00 sampai 07.00 pagi tetap dipertahankan, meskipun tarifnya akan disesuaikan lagi di kemudian hari," ucap dia.
Pemerintah Provinsi Jakarta berencana menaikkan tarif Transjakarta. Kepala Dinas Perhubungan Jakarta Syafrin Liputo mengatakan kenaikan tarif Transjakarta mestinya telah dilakukan untuk menjaga keberlanjutan moda-transportasi massal tersebut.
“Cost recovery Transjakarta turun dari 34 persen pada 2015 menjadi 14 persen saat ini. Artinya biaya yang dibutuhkan untuk menutup itu semakin tinggi. Tapi belum ada angka (penyesuaiannya), masih terus didetailkan," kata Syafrin dalam Media Fellowship Program MRT Jakarta 2025 di Jakarta, Kamis, 9 Oktober 2025.
Cost recovery menunjukkan seberapa besar biaya operasional yang bisa ditutup dari tarif yang dibayarkan oleh penumpang. Sisanya biasanya ditanggung oleh pemerintah melalui subsidi.
Tarif Transjakarta, kata Syafrin, tidak pernah naik sejak moda-transportasi massal tersebut beroperasi pada 2005. Tarif Transjakarta hingga saat ini masih Rp 3.500. Padahal dalam 20 tahun terakhir, upah minimum provinsi (UMP) telah meningkat enam kali lipat dan inflasi kumulatif mencapai 186,7 persen.