Liputan6.com, Jakarta - Literatur menunjukkan bahwa 20 persen lesi (kerusakan jaringan tubuh) jinak cenderung bisa menjadi ganas atau kanker.
Hal ini disampaikan dokter spesialis bedah konsultan onkologi RS EMC Pulomas, dr. Reza Musmarliansyah, Sp.B, Subsp. Onk (K). FICRS dalam Healthy Monday bersama Liputan6.com, Senin (25/8/2025).
“Menurut literatur, 20 persen lesi jinak tendensi menjadi ganas, jadi karena dia adalah produk khas dari mutasi, mutasi itu bisa berhenti di jinak atau lanjut ke ganas,” kata Reza.
Dengan kata lain, jika ditemukan lesi jinak di dalam tubuh, maka bukan berarti lesi itu akan jinak selamanya. Pasalnya, ada lesi yang berubah formasi dari jinak ke formasi ganas.
“Misalnya ada benjol-benjol di kulit (lipoma), kita enggak tahu kapan dia bermutasi dari lipoma menjadi liposarcoma, nah itu ganas,” ujarnya.
Maka dari itu, diagnostik kondisi lesi menjadi hal yang amat penting. Salah satu cara diagnosis kanker adalah PET Scan, ini membantu dokter untuk mengetahui di mana letak sel ganas.
“Misalnya kanker payudara, sentralnya di payudara. Namun, apakah sudah menyebar ke organ lain seperti tulang, paru-paru, otak? Jadi untuk mengetahui lokasi-lokasi hinggapnya, kita butuh suatu pemeriksaan yang high sensitive,” ujar Reza.
BE HEALTHY EPS 21: Cegah Kanker dengan Minum Teh
Diagnosis Kanker Lebih Detail dengan PET/CT Scan
PET Scan dikenal sebagai cara diagnosis yang sensitif, diagnosis ini membantu dokter melihat posisi tepat lesi pemicu kanker. Dengan begitu dokter dapat menentukan pengobatan yang tepat.
Kini, pemeriksaan kanker dengan PET scan lebih sensitif lagi dengan ditambahkan CT scan atau disebut pula dengan PET/CT Scan.
Menurut dokter spesialis kedokteran nuklir RS EMC Grha Kedoya, dr. Junan Imaniar Pribadi, Sp.KN-TM., FANMB., PET/CT Scan adalah alat yang menangkap radiasi untuk melokalisasi kanker dengan lebih detail, jelas, dan tiga dimensi (3D). Pemeriksaan dilakukan setelah ada diagnosis awal terkait tumor dan kanker yang terjadi.
Kanker di Tahap Awal Kerap Tak Bergejala
Deteksi kanker menjadi hal penting lantaran di tahap awal, penyakit ini kerap tak menunjukkan gejala.
“Kanker itu pada awal-awalnya, pada fase awal itu tidak ada gejala, biasanya tidak ada gejala, cuma benjol doang. Kalau di payudara bisa terasa benjolan, makanya perempuan usia subur setiap bulan dianjurkan lakukan Sadari (periksa payudara sendiri).”
Dengan rajin melakukan Sadari, maka perempuan akan menyadari adanya benjolan di payudara yang tak kunjung hilang. Benjolannya biasanya tak menimbulkan nyeri atau bisa pula nyeri mengikuti siklus menstruasi.
“Pada saat mau menstruasi, payudara jadi lebih tegang dan terasa nyut-nyut, setelah mens selesai, raba lagi bagian yang sakit dan periksa apa ada benjolan atau tidak. Jika benjolan tak hilang dalam tiga siklus menstruasi, maka lakukan Sadanis (periksa payudara klinis),” sarannya.
Sadari dan Sadanis menjadi upaya deteksi awal sebelum terjadi gejala kanker payudara yang lebih lanjut seperti keluar darah dari puting.