
PEMERINTAH berencana untuk mengurangi ekspor minyak sawit mentah, atau Crude Palm Oil (CPO) sebesar 5,3 juta ton pada tahun depan. Itu dilakukan untuk menjalankan mandatori biodiesel B50 di 2026.
"(Pembatasan ekspor CPO tahun depan) Doakan. Kita sekarang kan masuk B40. Mudah-mudahan 2026 sudah B50," kata Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dalam konferensi pers di Kantor Presiden seusai rapat terbatas dengan Kepala Negara, Jakarta, Kamis (9/10).
Dia menuturkan, pembatasan ekspor CPO hingga 5,3 juta ton itu dapat dilakukan dengan mudah. Saat ini total produksi CPO dalam negeri berada di angka 46 juta ton. Dari total produksi tersebut, 20 juta ton di antaranya digunakan di dalam negeri dan 26 juta ton sisanya diekspor.
"Ekspor ini nantinya kita tarik 5,3 juta ton, kemudian dijadikan biofuel, jadikan pengganti solar," terang Amran.
Langkah itu menurutnya dapat menutup kebutuhan impor solar. Dus, akan muncul penghematan di sektor energi sekaligus memenuhi kebutuhan di dalam negeri.
Amran juga menyebut, jika ekspor CPO dibatasi, maka harga minyak kelapa sawit dunia bakal meroket. Dalam konteks itu, kata dia, Indonesia akan diuntungkan karena merupakan produsen CPO terbesar di dunia.
"Produsen (CPO) terbesar dunia adalah Indonesia. Kita yang harus mengendalikan harga CPO dunia, bukan negara lain. Nah kalau harga CPO dunia naik, mungkin saja kita lepas B50 turun menjadi B40, kembali. Tapi begitu harga turun, kita kali kembali menjadi biofuel. Tergantung yang mana menguntungkan rakyat Indonesia," jelasnya.
Penerapan B50 di 2026 juga disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia di kesempatan berbeda. Dia mengatakan, penerapan B50 merupakan keinginan dan perintah langsung dari Presiden Prabowo Subianto.
"Atas arahan Bapak Presiden, sudah diputuskan bahwa 2026, insya Allah akan kita dorong ke B50, dengan demikian tidak lagi kita melakukan impor solar ke Indonesia," kata dia dalam Investor Daily Summit 2025.
Mengutip dari siaran pers Kementerian ESDM, pemanfaatan biodiesel dari tahun 2020 hingga 2025 telah berhasil menghemat devisa hingga US$40,71 miliar. Dengan penerapan B50, pemerintah memproyeksikan adanya potensi penghematan devisa tambahan US$10,84 miliar hanya dalam satu tahun implementasinya di 2026.
Program B50 dirancang untuk menutup sisa kuota impor yang masih ada di bawah kebijakan B40 saat ini. Data menunjukkan, pada 2025, impor minyak solar diperkirakan masih berada di angka 4,9 juta kiloliter atau setara 10,58% dari total kebutuhan nasional.
Implementasi B50 akan meningkatkan porsi bahan bakar nabati (Fatty Acid Methyl Ester/FAME) dalam solar secara masif, sehingga mampu menggantikan sepenuhnya volume impor tersebut dan menjadikan pasokan solar nasional 100% berasal dari sumber daya domestik. (Mir/M-3)