CEO GDP Venture, Martin Hartono, hadir sebagai narasumber bersama perwakilan YouTube Music Mr. Paul Smith, perwakilan Langit Musik Adib Hidayat, dan perwakilan pihak Telkomsel.
Martin menyoroti dua pilar utama masa depan industri musik Indonesia, yaitu kekuatan budaya yang adaptif dan pentingnya kemajuan ekonomi nasional.
Martin menyebut kesejahteraan seniman musik tidak bisa lepas dari kondisi perekonomian negara secara keseluruhan.
"Kalau menurut saya yang paling penting itu adalah mengawal negara ini jadi negara yang sejahtera, maju. Kenapa? Supaya lebih banyak orang bisa subscribe, bayar," kata Martin.
Di negara yang maju dengan daya beli masyarakat, audiens punya kemampuan lebih untuk membayar layanan musik berlangganan.
Selain itu, nilai iklan di platform digital juga meningkat signifikan, yang pada akhirnya mengalir kepada para seniman dalam bentuk royalti dan pendapatan yang lebih besar.
"Kalau iklan juga iklannya lebih mahal karena negaranya lebih maju, sehingga senimannya lebih sejahtera," tuturnya.
Diversity Indonesia Jadi Pilar Kuat Industri Musik
Martin menggunakan analogi unik untuk menggambarkan kekuatan sejati musisi dan kreator Indonesia.
"Kita itu seperti 'spons'. Bisa menyerap budaya lain dan melakukan sintesa sendiri," ungkap Martin.
Menurutnya, kemampuan ini bukanlah kelemahan, melainkan kekuatan super yang lahir dari posisi geografis dan sejarah Indonesia sebagai titik temu berbagai budaya.
"Diversitas itu artinya bukan cuma toleransi, tapi juga kemampuan untuk beradaptasi dan membuat sintesa sesuatu yang baru, versi kita sendiri. Sebetulnya kemampuan kita itu adalah kemampuan untuk me-mix different culture," kata Martin.
Tema besar KMI tahun ini adalah Satu Nada Dasar. KMI diharapkan bisa memperkuat posisi Indonesia sebagai pusat perkembangan musik di kawasan regional dan global.
Acara KMI juga bakal dibarengi dengan gelaran J...