KEMENTERIAN Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) mengatakan pentingnya pelaksanaan pembelajaran mendalam atau deep learning di sekolah sebagai bagian dari upaya menghadirkan pendidikan bermutu untuk semua. Namun praktiknya di lapangan dinilai masih kerap diwarnai miskonsepsi guru terhadap deep learning.
Anggota Tim Pengembang Pembelajaran Mendalam, Yuli Rahmawati, menyoroti miskonsepsi yang kerap muncul, dari pemahaman guru yang terbatas hingga praktik refleksi murid yang masih dangkal. Ia menekankan pentingnya surface learning sebagai fondasi sekaligus melihat refleksi sebagai proses kritis yang membentuk regulasi diri pada murid.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
“Refleksi bukan sekadar menulis apa yang dipelajari, tapi juga mengaitkan pengalaman belajar dengan kehidupan nyata,” kata Yuli dalam keterangan resmi, Sabtu, 6 September 2025.
Guru Sekolah Dasar Negeri 164 Karangpawulang, Bandung, Jawa Barat, Triska Fauziah, berbagi praktik pelaksanaan deep learning di kelasnya. Ia meluruskan anggapan bahwa pembelajaran mendalam identik dengan banyak ice breaking. Menurut dia, kegembiraan justru hadir ketika murid merasa dihargai dan mampu menuntaskan tantangan.
Direktur Guru Pendidikan Dasar Kemendikdasmen Rachmadi Widdiharto mengatakan guru memiliki tiga peran kunci dalam pembelajaran mendalam, yakni sebagai fasilitator kesadaran belajar, inisiator pendekatan holistik, dan pencipta suasana belajar yang memuliakan sekaligus menggembirakan.
“Kolaborasi dan refleksi berkelanjutan penting agar semua guru memiliki arah yang jelas dan seragam dalam mengimplementasikannya,” ujar Rachmadi.
Ketua Tim Kerja Kurikulum Pusat Kurikulum Pembelajaran Yogi Anggraena menjelaskan, Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 13 Tahun 2025 menetapkan pembelajaran mendalam sebagai pendekatan utama yang terintegrasi dalam kurikulum. Menurut dia, kurikulum memberikan ruang bagi sekolah menyesuaikan strategi agar kontekstual, kolaboratif, dan relevan dengan kebutuhan murid.