Selain dikenal sebagai salah satu gunung tertinggi di dunia, Gunung Everest menyimpan beberapa fakta menarik lainnya yang membuatnya menjadi salah satu puncak paling ikonik di dunia.
Dilansir Pulse, dari gunungnya yang terus bertumbuh, hingga dipenuhi sampah, berikut lima fakta menarik Gunung Everest yang jarang diketahui traveler.g
1. Tak Ingin Dinamai Everest
Gunung Everest dinamai menurut seorang surveyor atau penemunya, yaitu George Everest. Menariknya, Everest tidak ingin namanya digunakan sebagai nama gunung tersebut. Hal ini terjadi pada tahun 1852, ketika tim Great Trigonometrical Survey mengidentifikasi sebuah gunung di perbatasan Nepal dan Tibet sebagai gunung tertinggi di dunia.
Orang Inggris awalnya menyebutnya Puncak XV, hingga Andrew Scott Waugh, yang bekerja di bawah Everest mengusulkan agar gunung itu dinamai menurut pendahulunya. Namun, George Everest menentangnya dan lebih suka menggunakan nama tempat asli saat bekerja sebagai surveyor. Bahkan tidak diketahui apakah George Everest, pernah melihat gunung yang dinamai menurut namanya tersebut.
2. Gunung Everest Terus Tumbuh
Percaya atau tidak, Gunung Everest tumbuh perlahan, tapi pasti. Gunung itu merupakan bagian dari jajaran Himalaya, yang terbentuk oleh tabrakan lempeng tektonik India dan Eurasia jutaan tahun lalu. Proses ini terus berlanjut, di mana Gunung Everest terus menjulang sekitar 4 milimeter (0,16 inci) per tahun.
3. Renggut Nyawa Lebih dari 300 Orang
Meski jadi destinasi impian para pendaki, Everest juga merupakan destinasi yang mematikan. Lebih dari 300 orang tewas saat berusaha mencapai puncak.
Sebagian besar kematian disebabkan oleh longsor, terjatuh, penyakit ketinggian, atau kelelahan. Banyak jenazah pendaki yang masih dibiarkan di gunung, karena kondisinya yang berbahaya untuk membawa jasad tersebut.
4. Waktu Pendakian Berminggu-minggu
Pendakian Gunung Everest membutuhkan waktu rata-rata dua bulan untuk menyelesaikan ekspedisi penuh, yang meliputi aklimatisasi dengan ketinggian, mendirikan kemah, dan mendaki sampai ke puncak.
Pendaki biasanya menghabiskan waktu berminggu-minggu di base camp dan perkemahan yang lebih tinggi, untuk menyesuaikan diri dengan kadar oksigen yang rendah, sebelum mencoba mencapai puncak.